FPKS Sebut Empat Persoalan Krusial Reklame di Kota Medan
Medan,-Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kota Medan selalu maksimal menyoroti persoalan reklame di Kota Medan yang belakangan kembali menjadi perhatian publik Kota Medan.
Hal ini diungkapkan juru bicara Fraksi PKS DPRD Kota Medan, H.Rajudin Sagala S.Pd.I menyikapi diajukannya Rancangan Peraturan daerah Kota Medan tentang
penyelenggaraan reklame.
Problematika reklame di kota Medan selalu mendapat perhatian serius dari Fraksi PKS, FPKS telah seringkali menyatakan bahwa kota Medan saat ini sedang berubah menuju ‘hutan reklame’. Akibat dari semakin tidak terkendalinya keberadaan reklame di kota medan. FPKS menilai reklame setidaknya memiliki beberapa persoalan krusial di kota Medan
“Yang pertama semraut. Hampir di sepanjang jalan di kota medan sangat mudah kita temukan reklame berbagai bentuk dan ukuran yang tidak beraturan teta letak dan jaraknya. Bahkan dalam satu titik bisa berdiri tiga hingga empat papan reklame sekaligus sehingga satu reklame menutupi reklame lainnya,” jelas Rajuddin.
Yang kedua, kata Rajudin, Reklame dim Kota Medan erampas hak masyarakat. Dimana tiang – tiang reklame dengan gampangnya berdiri diatas trotoar sehingga menutupi seluruh badan trotoar yang menyebabkan masyarakat terganggu ketika berjalan diatas trotoar. “Padahal sesuai ketentuan, trotoar adalah untuk pejalan kaki. Namun kami menilai pemerintah kota Medan membiarkan seolah – olah setuju dengan pelanggaran ini,” ucapnya.
Dalam persoalan reklame, FPKS menilai pemerintah kota Medan bertekuk lutut dihadapan pengusaha reklame. Pemerintah kota medan telah menetapkan 13 jalan yang dilarang mendirikan reklame. Namun, sampai dengan saat ini masih ada reklame yang berdiri diatas jalan tersebut karena menampilkan gambar oknum pengurus partai tingkat pusat dan dekat dengan lingkar kekuasaan.
“Dalam konteks ini “kesetaraan dalam hukum” tidak berlaku terhadap reklame. kemudian, sering terjadi pengusaha reklame mendirikan tiang reklame tanpa izin namun di awal – awal reklame didirikan mereka memasang wajah aparat penegak hukum baik polri maupun tni dengan maksud dan tujuan agar tiang reklame itu tidak dirubuhkan,” jelasnya.
FPKS sangat paham, bahwa sosok POLRI dan TNI yang dipajang dalam reklame itu sama sekali tidak mengetahui kalau fotonya dipasang didalam reklame tersebut. Lalu, tidak berapa lama kemudian dipasanglah iklan yang berbayar tapi tanpa izin. Akibatnya, banyak tiang reklame berdiri tanpa izin atau ilegal.
“Selain itu, pemerintah kota medan tidak berani menuntut para perusahaan reklame yang mendirikan reklame secara ilegal di kota Medan. Sementara pembongkaran reklame tanpa izin selalu terkendala karena tidak tersedianya anggaran,” tuturnya.
Dalam persoalan reklame, FPKS juga menilai keberadaan reklame di Kota Medan minim kontribusi. Salah satu yang menjadi sorotan DPRD Kota Medan mengenai permasalahan reklame adalah reklame di kota Medan berkontribusi sedikit terhadap apbd kota Medan. Hal ini disebabkan tidak sesuainya pendapatan yang diperoleh pajak reklame dengan jumlah tiang reklame berdiri di kota medan.
“Jalan – jalan di kota medan sesak dengan reklame namun jumlah pajak reklame yang berhasil dicapai sangat sedikit. permasalahan ini terjadi disebabkan antara lain banyaknya reklame ilegal, reklame yang sudah habis masa berlakunya namun tidak ditertibkan, hingga pungutan liar terhadap pengusaha reklame yang dilakukan oknum pemerintah kota Medan,” bebernya.
Yang terakhir kata Rajuddin, masalah reklema di Medan tanpa konsep dan arah yang jelas. Dalam empat tahun terakhir ini kami menyaksikan keberadaan reklame di kota Medan seperti tanpa konsep dan arah yang jelas serta tidak terukur.
“Pemerintah kota Medan seperti kehabisan akal untuk menentukan wajah kota Medan dari sisi penataan reklame. Penataan mulai ukuran, tata letak hingga konten iklan yang ada di reklame. Kami sangat kecewa karena masih ada papan reklame yang menyajikan konten – konten tidak pantas di kota medan seperti minuman beralkohol, gambar – gambar yang mengumbar aurat dan judi yang dapat merusak tatanan agama dan budaya yang ada di kota medan. Kami heran sekali mengapa konten – konten seperti ini bisa lolos dan dibiarkan begitu saja oleh pemerintah kota Medan,” jelasnya.