Surianto SH : Pirngadi Buruk dalam Penanganan Pasien
Medan,-Anggota Komisi B DPRD Medan, Surianto SH, menyayangkan lambannya penanganan pasien atas nama Nadya Putri di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pirngadi Medan pada 22 Januari 2019 lalu. Akibatnya, perempuan berhijab yang berprofesi sebagai ojek online (ojol) ini harus kehilangan tangan kanannya (amputasi).
Pria yang akrab disapa Butong ini kembali menceritakan, Nadya Putri korban kecelakaan di suputar kawasan Cemara Asri. Atas dasar rujukan dari klinik terdekat, ia dirujuk ke rumah sakit milik pemerintah. “Tapi yang kita sayangkan, kenapa penanganannya lamban dan terkesan tidak profesional. Padahal rumah sakit ini (RSUD Pirngadi, red) masuk dalam Type A,” ketusnya, Rabu (20/2).
Mengingat rumah sakit tersebut masuk dalam kategori type A, sebut politisi Gerindra ini, sejatinya mampu memberikan layanan yang maksimal. Sehingga, tingkat kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit milik pemerintah semakin tinggi.
“Kalau melihat kasus yang sempat viral di media sosial dan menjadi konsumsi media massa itu, wajar saja kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit milik pemerintah menurun. Jadi, peristiwa ini harus menjadi catatan kita bersama khususnya Wali Kota Medan Dzulmi Eldin,” imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan, Humas RSUD Pirngadi Edison Peranginangin yang coba dihubungi tak kunjung merespon link berita yang dikirimkan via Whatsapp. Begitu juga dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang baru Edwin Efendi, sulit dihubungi melalui telefon selularnya.
Nadya, perempuan ceria yang kini berusia 19 tahun harus rela mengubur impiannya pasca menjalani operasi amputasi pada tangan kanannya. Ia berharap, apa yang terjadi pada dirinya atas lambannya penanganan rumah sakit tidak terjadi pada warga lainnya.
Kronologis kejadian
Pada 22 Januari 2019 lalu Nadya Putri mengalami kecelakaan di kawasan Cemara Asri dan mendapat pertolongan pertama pada kecelakaan di klinik terdekat. Karena dianggap luka yang cukup serius, kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Pirngadi. Sesampainya di sana penanganan sangat lamban. Tangan korban tangan hanya dibalut kain kasa dan baru sekitar pukul 21.00 mendapat jahitan.
Setelah diperbolehkan pulang dan rekomendasi berobat jalan selama satu pekan dari pihak Pirngadi, kontrol pertama tidak menunjukkan perubahan dan luka tak kunjung kering. Hari kelima kontrol posisi luka sudah melepuh dan bernanah, namun pihak Rumah Sakit tidak menggubris.
Parahnya lagi, gips bekas nanah tidak diganti sama sekali. Hari ketujuh, pihak keluarga memutuskan untuk pindah ke Rumah Sakit USU. Sampai di sana, dicek langsung sama spesialis dokter dan dinyatakan luka sudah infeksi bahkan membusuk. Dari sinilah awal kisah Nadya Putri harus kehilangan tangan kanan dan mengubur impiannya. Perempuan ceria ini hanya bisa pasrah atas garis yang tuliskan sang pencipta padanya.