Ganggu Investasi, DPRD dan Pemko Medan Sepakat Cabut Perda Izin Gangguan
Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) No 5 tahun 2016 tentang izin retribusi izin gangguan baik dilakukan perkembangan situasional guna memudahkan kesempatan berusaha demi lancarnya iklim usaha di kota Medan. Tapi pencabutan Perda tersebut, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya.
“Kita ketahui bersama, diterbitkannya Perda Kota Medan No 5 tahun 2016 ini pada awalnya dimaksudkan guna menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD),” kata Adlin Umar Yusri Tambunan selaku juru bicara Fraksi Golkar DPRD Medan saat membacakan pemandangan umum Fraksinya tentang pencabutan perda izin gangguan di gedung dewan Jalan Kapten Maulana Lubis Medan Rabu (12/9/2018).
Berkaitan dengan hal tersebut lanjut Adlin, pihaknya ingin mengetahui apakah dengan dicabutnya Perda Kota Medan No 5 tahun 2016, Pemko Medan merasa terbebani dalam perolehan pencapaian target PAD Kota Medan kedepan.
Adlyn dalam penerapan Perda No 5 tahun 2016 tentang pencabutan izin gangguan mempertanyakan seberapa besar pemasukan dari retribusi itu mendukung PAD Kota Medan.
“Dengan pencabutan Perda, tentunya berpengaruh terhadap pemasukan PAD, untuk itu Pemko perlu segera mengantisipasi dan berupaya mencari sumber alternatif lain dalam rangka peningkatan PAD, namun tidak membebani masyarakat. Kami ingin mengetahui apakah Pemko Medan sudah melakukan langkah langkah antisipatip atas dicabutnya Perda ini,” jelas Bendahara DPD Partai Golkar Kota Medan itu.
Sebagaimana diketahui, pencabutan Perda No 5 tahun 2016 tentang retribusi izin gangguan didasari adanya Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) No 27 tahun 2009 tentang pencabutan pedoman penetapan izin gangguan di daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No 22 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Menteri Dalam Negeri No 27 tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah.Dan ditindaklanjuti melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri No : 500/3231/SJ tanggal 15 Juli 2017 tentang tidak lanjut Permendagri No 19 tahun 2017.
Dimana surat tersebut memerintahkan kabupaten/kota segera untuk melakukan pencabutan Perda terkait dengan izin gangguan dan pungutan retribusi gangguan di daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan kemudahan untuk berusaha.
“Pencabutan Jangan Disalah Artikan”
Sementara itu, Pencabutan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan jangan disalah artikan setiap orang bisa bebas membangun usaha dengan tidak mempedulikan lingkungan sekitar, hal tersebut diingatkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Medan. Untuk itulah Pemko Medan diminta menyiapkan langkah-langkah antisipasi setelah perda ini secara sah dicabut.
“Pencabutan perda ini bukan berarti setiap orang atau badan dapat mendirikan usaha atau tempat usaha seenaknya saja tanpa memperdulikan keadaan disekitarnya, sebut juru bicara FPKS DPRD Medan H.Rajudin Sagala S.Pd.I.
Berkenaan dengan pencabutan perda ini, FPKS mempertanyakan dua hal kepada Pemko Medan diantaranya soal PAD yang dihasilkan Perda ini dan langkah antisipasi Pemko Medan kedepannya.
“Ada dua hal yang ingin kami pertanyakan, pertama berapa perolehan PAD dari retribusi izin gangguan diterima oleh pemerintah kota Medan dalam dua tahun terakhir? mohon penjelasannya.
Yang kedua, apa langkah antispasi pemerintah kota Medan setelah peraturan daerah ini dicabut sehingga seseorang atau badan tidak mendirikan usaha atau kegiatan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat disekitarnya? mohon penjelasannya,” tanya Rajudin dalam Forum resmi DPRD Medan tersebut.
Rajudin juga mengingatkan Pemko Medan, untuk memetakan dampak positif dan dampak negatif dengan dicabutnya peraturan daerah ini sehingga kedepan kota Medan tidak disibukkan mengurusi konflik horizontal antara pemilik usaha dengan masyarakat disekitarnya karena tidak lagi diperlukan izin gangguan dalam mendirikan usaha.
Seperti diketahui, dasar pencabutan Perda nomor 5 tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2017 tentang pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 22 tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah.
“Alasan yang mendasari dicabutnya peraturan daerah ini secara prinsip adalah bahwa peraturan daerah ini sudah dianggap tidak mendukung lagi kemudahan dalam berusaha,” papar Rajudin.
Peraturan daerah ini pada dasarnya, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengendalikan pendirian usaha atau kegiatan bisnis yang berpotensi mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat umum. Namun dalam perjalanannya bahwa izin gangguan dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi oknum – oknum tertentu sehingga mempersulit dunia usaha.
Secara sederhana peraturan daerah ini dianggap sudah ketinggalan zaman sehingga sudah tidak diperlukan lagi pada prinsipnya kami sangat sepakat bahwa iklim usaha harus dipermudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran.
“Era birokrasi yang berbelit – belit harus segera bertransformasi menuju era kemudahan (simplicity) untuk mengikuti perkembangan dunia zaman modern yang serba mudah dan transparan.
Walikota : Pencabutan Sesuai Permendagri
Pemko Medan mengungkapkan tentang pencabutan peraturan daerah (perda) No 5 tahun 2016 tentang retribusi izin gangguan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negri (Permendagri) No 19 tahun 2017 tentang pencabutan Permendagri No 27 tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah.
Sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No 22 tahun 2016 tentang perubahan atas Permendagri No 27 tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah. Surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 500/323/SJ tertanggal 15 Juli 2017 tentang tindak lanjut Permendagri No 19 tahun 2017.
Sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diminta segera melakukan pencabutan perda terkait dengan izin gangguan dan pungutan retribusi izin gangguan karena menghambat investasi daerah.
Hal itu disampaikan Walikota Medan Dzulmi Eldin dalam nota pengantarnya terhadap Ranperda Kota Medan tentang pencabutan Perda No 5 tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan yang dibacakan Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution.
Akhyar menjelaskan, berdasarkan aturan tersebut, Pemko Medan telah mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Perda Kota Medan No 5 tahun 2016 tentang retribusi izin gangguan.
“Kami berharap semoga ranperda ini dapat dibahas secara bersama dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat melahirkan suatu peraturan yang baik,” terangnya.
Dia menegaskan pencabutan ranperda itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mempunyai kepastian hukum, dan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
“Pencabutan Bisa Gerus PAD”
Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Retribusi Izin Gangguan, mengurangi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah Kota (Pemko) Medan harus menggali dan memaksimalkan sumber-sumber PAD lain, yang potensinya lebih besar.
“Pencabutan retribusi ini berdampak pada PAD, Tapi, apakah nilainya signifikan?” kata Kepala Tax Centre Universitas Sumatera Utara (USU) Hatta Ridho,.
Untuk diketahui, proyeksi PAD Medan yang bersumber dari retribusi izin gangguan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2017 senilai Rp 19,158 miliar.
Proyeksi ini dihapus pasca terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Permendagri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Daerah yang diundangkan 29 Maret 2017.
“Kalau nilai pungutnya lebih besar daripada nilai yang dipungut, kan lebih bagus tak dipungut,” katanya.
Penghapusan kewajiban membayar retribusi izin gangguan, dipastikan akan mengurangi sumber PAD. Cuma Pemko Medan masih memiliki potensi PAD yang besar, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang nilainya mencapai Rp 450 miliar.
“Jadi, Pemko Medan harus konsentrasi dengan sumber lain. Misalkan, menumbuhkan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak. Karena sanksi keterlambatan pembayaran pajak hanya berupa denda,” katanya.
Kewajiban membayar retribusi gangguan dihapus, berdampak pada beban perusahaan. “Dengan berkurangnya pengeluaran, perusahaan bisa tumbuh,” katanya menjelaskan dampak investasi terhadap kebijakan.
Namun, pentingnya izin gangguan tidak hanya sebatas PAD. Akan tetapi, menjadi payung hukum untuk menjaga keamanan. Sebagaimana kreteria izin gangguan menyangkut lingkunganm, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi.
Gangguan terhadap lingkungan meliputi gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, laut, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran atau kebisingan.
Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan meliputi terjadinya ancaman kemerosotan moral dan ketertiban umum. Sedangkan gangguan terhadap ekonomi, yakni ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha.