Ekonomi

FPAN Pertanyakan Format Penataan Zonasi PKL

Medan,-Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Kota Medan mempertanyakan kepada Pemkot Medan perihal format dalam menzonasi Pedagang Kaki Lima (PKL). Sebab, dalam penataan yang di lakukan terdapat banyak pemsalahan kompleksitas dan pemanfaatan ruang bagi PKL.

Pertanyaan itu disampaikan FPAN dalam pemandangan umumnya terhadap nota pengantar Wali Kota Medan atas Ranperda Penetapan Zonasi Aktifitas PKL di Kota Medan yang disampaikan, Abdul Rahman Nasution, pada sidang paripurna DPRD, Senin (26/7/2021) di pimpin Ketua DPRD, Hasyim.

Fraksi PAN, kata Abdul Rahman, mengapresiasi pengajuan Ranperda tentang Penetapan Zonasi PKL ini, karena Pemkot Medan membutuhkan Peraturan Daerah (Perda) ini untuk dapat menata keberadaan PKL, sekaligus pembinaannya.

Zonasi PKL, sebut pria yang akrab disapa, Mance, ini merupakan bagian dari penataan ruang demi terwujudnya ketertiban, kenyamanan dan keindahan. Hal ini selaras dengan kondisi faktual dan perkembangan Kota Medan guna menuju kota yang aman, bersih, tertib dan kota wisata.

“Jadi, Perda ini di butuhkan sebagai payung hukum, baik bagi PKL di dalam melaksanakan kegiatannya maupun bagi Pemerintah Kota Medan dalam menatanya,” kata Mance.

Apalagi, sebut Mance, jumlah PKL dari tahun ke tahun mengalami perkembangan cukup tinggi. Bahkan, angka pasti mengenai jumlah PKL sebenarnya sulit di peroleh, mengingat data yang ada tidak selalu di perbaharui oleh instansi terkait.

“Data yang disampaikan di dalam naskah akademik, yakni dari Dinas Koperasi dan UMKM, itupun data di tahun 2018. Sebenarnya, kondisi ini menyebabkan kesulitan bagi kita, khususnya Pemkot Medan untuk melakukan penataan, karena selalu mengalami perubahan yang cepat,” katanya.

Penataan melalui formalisasi maupun pemindahan PKL, sambung Mance, merupakan bentuk-bentuk penataan yang sudah sering di lakukan Pemkot Medan terhadap para PKL. Penataan formalisasi dan pemindahan yang di lakukan kerap menimbulkan resistensi dari PKL dalam bentuk perlawanan, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi.

“Bentrok antara Satpol PP dengan para PKL merupakan gambaran adanya ketidaksamaan mengenai persepsi PKL dengan Pemkot Medan terhadap makna penataan. Bentrokan itu memberikan gambaran bahwa cara-cara penanganan terhadap PKL masih memerlukan perbaikan, baik cara memperlakukan para PKL dan bentuk-bentuk sanksi yang diberikan serta pembinaan terhadap para PKL pasca penindakan,” ungkapnya.

PKL, tambah Mance, merupakan pedagang yang mempunyai karakteristik berbeda dengan para pedagang di sektor formal. “Sifat informal yang melekat, menunjukan PKL selalu akan menempati tempat-tempat yang seringkali kali dilarang untuk berdagang. Makanya, FPAN menyambut baik pengajuan Ranperda ini,” kata Mance.

Karena itu, lanjut Mance, FPAN meminta Pemkot Medan hendaknya melakukan kajian dari sosial ekonomi dan sosial masyarakat setempat dalam penataan zonasi PKL ini.

“Jangan berpikiran penataan adalah menggusur dan merelokasi ke tempat yang malah membuat para PKL merugi, namun benar-benar ditata dan di tempatkan di lokasi yang nyaman, menguntungkan dan tidak menganggu lingkungan, kebersihan dan lalu lintas. Jika ini benar-benar terjadi, maka PKL tidak lagi menjadi pengganggu, justru bisa menjadi objek wisata pasar rakyat, ungkapnya.

Share DataMedan

Leave a Reply