Politik

FPAN Nilai Pengajuan RPJMD Kota Medan Tak Tepat Waktu

Medan,-Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Kota Medan menilai Pemerintah Kota Medan tidak tepat waktu menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Medan tahun 2021-2026. Sebab, berdasarkan Permendagri Nomor 86 tahun 2017 pada Pasal 69 ayat 3 menyebutkan penyampaian Ranperda tentang RPJMD sebagaimana di maksud ayat 1, paling lama 90 (sembilan puluh hari) setelah kepala daerah dan wakil kepala daerah dilantik.

“Kita semua masih ingat, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan dilantik oleh Gubernur Sumut atas nama Mendagri pada tanggal 26 Pebruari 2021. Jika menghitung masa waktu pelantikan dengan pengajuan RPJMD ini, maka telah lebih dari 90 hari dan ini terlambat,” kata Ketua FPAN, Sudari, ketika membacakan pemandangan umum fraksi terhadap nota pengantar Wali Kota Medan atas Ranperda RPJMD 2021-2026 pada sidang paripurna DPRD, Senin (26/7/2021).

Keterlambatan ini, kata Sudari, dengan sendirinya akan mempengaruhi pembahasan Ranperda, karena tidak memberi ruang waktu yang cukup bagi Pemkot Medan dan DPRD untuk pembahasan lebih mendalam guna pengesahan RPJMD.

“Padahal, kita ketahui bersama RPJMD merupakan dokumen perencanaan yang sangat strategis sebagai pedoman bagi Pemkota Medan dalam penyusunan RKPD yang berisi rencana kerja dan pendanaan Pemkot Medan setiap tahunnya hingga 5 tahun ke depan,” katanya.

Terkait Ranperda yang diajukan, kata Sudari, terdapat tentang kawasan strategis, di mana disebutkan Kota Medan memiliki beberapa kawasan yang berpotensi di kembangkan sebagai kawasan strategis, yaitu kawasan pusat pemerintahan, yakni daerah CBD Polonia, kawasan pelabuhan, perikanan dan industri listrik di Belawan dan kawasan wisata di Medan Utara meliputi Thema Park dan Water Front City.

“Kebijakan apa saja yang akan di lakukan terhadap gambaran dan kawasan di atas. Apakah pengembangan kawasan tersebut sudah terdokumentasikan di dalam RPJMD Kota Medan ini serta bagaimanakah dukungan anggaran di dalam pengembangan kawasan tersebut,” tanya Sudari.

Terkait penduduk miskin Kota Medan, sebut Sudari, dalam Ranperda disebutkan setiap tahunnya penduduk miskin Kota Medan semakin menurun, mulai dari tahun 2016 sebesar 9,30 persen menjadi 8,01 persen di tahun 2020. “Angka ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan,” katanya.

Berdasarkan data yang ada dalam program pengentasan kemiskinan, sebut Sudari, Pemkot Medan terus menambah jumlah masyarakat miskin. “Jumlah peserta BPJS PBI APBD di tahun 2015 sebanyak 253.735 peserta dengan anggaran Rp84,70 miliar. Sementara di tahun 2019 menjadi 336.253 peserta dengan anggaran menjadi Rp112 miliar,” katanya.

Sama halnya dengan program beras BPNT, sambung Sudari, terus bertambah quotanya. “Hal ini menunjukkan penduduk miskin Kota Medan cenderung meningkat. Pemkot Medan dalam 5 tahun terakhir belum melakukan verifikasi dan validasi penduduk miskin yang terdokumentasi dalam data DTKS Kota Medan. Kami minta penjelasan tentang data yang berbeda ini dan kebijakan apa saja yang akan di lakukan di dalam RPJMD ini guna menurunkan tingkat kemiskinan masyarakat Kota Medan,” tanya Sudari lagi.

Terkait kawasan kumuh dalam Ranperda yang menyatakan jumlah kawasan kumuh di Kota Medan menurun, menurut Sudari, semakin terus bertambah dengan berbagai indikator penentu dan sudah di dokumentasikan dalam SK Wali Kota Medan, di mana sebanyak 42 kelurahan dengan luas kawasan kumuh 819 hektar dan terluas terdapat di Medan Utara.

“Kebijakan strategis apa yang akan di lakukan untuk mengurangi kawasan kumuh setiap tahunnya, begitu juga dengan dukungan anggaran apakah sudah terdokumentasi di dalam RPJMD ini. Hal ini harus menjadi skala prioritas di dalam penuntasannya,” pinta Sudari.

Terkait permasalahan dan isu strategis perihal tingginya tingkat pengangguran terbuka di Kota Medan, Sudari, meminta Pemkot Medan memberi ruang kegiatan-kegiatan pembangunan Kota Medan dengan pola pertisipatif, di mana masyarakat yang ada di kelurahan diberi ruang untuk ikut menangani kegiatan-kegiatan, seperti bedah rumah yang ada di kelurahan-kelurahan kumuh di Kota Medan. “Dengan demikian, masyarakat sekitar ikut bekerja dan ekonomi mereka terbantu,” katanya.

Pada urusan pekerjaan umum dan penataan ruang, Sudari, menyampaikan perlu pembangunan yang agresif pada bagian utara Kota Medan, karena adanya ketimpangan pembangunan kawasan budidaya antara bagian utara dan bagian selatan Kota Medan berdasarkan hasil evaluasi RTRW Kota Medan.

“Kebijakan apa saja yang akan dituangkan dalam dokumen RPJMD ini untuk mendukung misi Medan Membangun, sehingga terjadi pemerataan pembangunan, termasuk pagu anggaran indikatifnya,” tanya Sudari lagi.

Terkait kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), tambah Sudari, Pemkot Medan harus menuntaskannya, karena belum 30 persen sebagaimana yang di amanatkan undang-undang. RTH Kota Medan, kata Sudari, baru 7 persen, sedangkan 13 persen RTH publik di miliki masyarakat, di mana secara sepihak di tetapkan oleh Pemkot Medan sebagai RTH.

“Pemkot Medan agar memastikan program pembelian lahan RTH masyarakat untuk menjadi RTH milik Pemkot Medan seperti yang di amanahkan undang-undang menjadi 30 persen,” pinta Sudari.

Di sisi lain, lanjut Sudari, FPAN mengingatkan Pemkot Medan agar visi dan misi Wali Kota Medan yang tertuang di dalam RPJMD harus selaras dengan misi pada RPJPD Kota Medan tahun 2005-2023 dan RPJMD Provinsi Sumatera Utara tahun 2018-2023. “Hal ini untuk menjamin keselarasan dan pembangunan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Share DataMedan

Leave a Reply